Sabtu, 13 Juni 2015

Terapi Kelompok



A. Terapi kelompok
            Konsep terapi kelompok (Group Psychotheraphy) menurut Shertzer dan stone di definisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip terapeutik ke dalam dua atau lebih individu secara bersamaan untuk mengklarifikasi konflik psikologis individu sehingga individu dapat hidup secara normal.
Terapi kelompok adalah modalitas pengobatan yang melibatkan sekelompok kecil anggota dan satu atau lebih therapistis dengan pelatihan khusus dalam terapi kelompok.
            Terapi kelompok telah berkembang sejak 1800-an di Eropa dan mendapat dukungan konseptual dan operasional dari sosiologi, psikologi, filsafat dan pendidikan.
1.    Tujuan Utama
Tujuan utama terapi kelompok adalah mengoreksi masalah-masalah atau kekacauan pribadi pada anggota, misalnya keluarga.
2.    Terapi kelompok digunakan dalam :
a.         pengobatan terhadap gangguan yang gagal ketika terapi individual.
b.         Keterbukaan pada dunia sosial
c.         Penerimaan diri seseorang
d.        dukungan terhadap orang lain.

3.    Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari tiga jenis terapi individual yaitu: kelompok eksplorasi interpersonal. Kelompok bimbingan-inspirasi dan terapi berorientasi psikoanalitik.

a.         Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.

            b.      Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, mendukung, dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena individu mempunyai problem yang sama.
          c.       Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu teknik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik yang  disadari  pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antar anggota kelompok.

4.    Aturan Terapi Kelompok
a.         Biasanya terdiri atas 5-12 anggota kelompok.
b.        Terapi ini dipimpin oleh psikoterapis dan terdapat eorang pemimpin pendamping, terapi kelompok bekerja dengan banyak orang sekaligus (dalam setiap pertemuan).
c.         Waktu (min 1 atau 2x seminggu, 90-120 menit) .
d.        Terapi kelompok dapat berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali.
e.         Format : duduk melingkar atau mengelilingi meja, anggota bisa berhadapan saling melihat
f.          partisipan : homongen atau heterogen : jenis kelamin, usia, problem.
g.         Bentuk kelompok : Terbuka atau tertutup.
h.         Aturan : kerahasiaan
i.          Proses kelompok, secara umum, menunjukkan pada pergerakkan kontinu, dinamis dan berarah-tujuan ; secara persis, proses kelompok mengacu pada aksi dan interaksi yang digunakan oleh suatu kelompok untuk berkembang dan memelihara identitasnya sebagai suatu kelompok dan pengaruhnya terhadap individu-iindividu yang menyusun kelompok.
  
5.    Faktor-faktor Terapeutik dalam Terapi Kelompok
Menurut Yalom (1985), ada sepuluh faktor terapeutik dalam terapi kelompok sebagai berikut:
a.    Membangkitkan harapan (instillation of hope)
Membangkitkan dan memelihara harapan tidak hanya sangat penting dalam semua jenis psikoterapi: harapan tidak hanya dibutuhkan agar pasien tetap mengikuti terapi hingga faktor-faktor terapeutik lainnya efektif, terapi keyakinan terhadap kemanjuran bentuk treatment dapat merupakan fakor terapeutik yang efektif. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tingginya ekspektasi terhadap bantuan sebelum terapi dilakukan itu berkorelasi signifikan dengan hasil positif dari terapi.
          b.      Universalitas (universality)
Perasaan keunikan seorang pasien sering dipertinggi oleh isolasi sosial; karena adanya kesulitan interpersonal. Sesudah mengdengarkan pasien lain membeberkan keprihatinan yang serupa dengan keprihatinannya sendiri, pada pasien melaporkan bahwa mereka merasa lebih dekat dengan dunia.
         c.       Penyampaian informasi (imparting of information)
Proses penyampaian informasi saat terapis memberikan suatu informasi, saat terapis dan anggota mendiskusikan tentang keberfungisan psikis, arti bermacam-macam gejala, pengalaman mereka, dan proses psikoterapi maka klien akan mendapat nasehat, saran dan bimbingan dari terpis maupun anggota lainnya.
          d.      Altruism
Dalam terapi kelompok, menerima melalui memberi, tidak hanya saling memberi dan menerima, mampu bertindak intrinsik untuk memberi. Pasien psikiatrik yang baru memulai terapi, pada umumnya kehilangan semangat hidup dan memiliki perasaan tidak mempunyai sesuatu yang berharga untuk ditawarkan kepada orang lain. Individu memandang dirinya sebagai beban. Akan tetapi, dalam konseling kelompok, individu mendapatkan pengalaman bahwa individu dibutuhkan oleh orang lain.

       e.       Rekaputulasi korektif kelompok keluarga primer (the corrective recapitulation of the primary family grup)
Rekapitulasi korektif kelompok keluarga primer tanpa kekecualian, pasien memasuki terapi kelompok dengan riwayat pengalaman yang sangat tidak memuaskan dengan kelompok primernya yaitu keluarga. Dalam banyak aspek, kelompok terapi ini menyerupai keluarga, dan banyak kelompok dipimpin oleh tim terapi yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sengaja agar konfigurasinya sedapat mungkin menyerupai orang tua dalam keluarga.
        f.       Pengembangan teknik sosialisasi (develompent of socializing techniques)
Dengan kemampuan sosial yang baik, maka akan terwujud sebuah sinergi untuk saling membantu, saling menghargai, saling memperhatikan, saling peduli dan rasa kebersamaan yang lain. Dengan demikian, maka semua anggota kelompok akan merasa mendapat dukungan sosial, dimana dengan dukungan ini akan mengurangi persoalan psikologis yang sedang dihadapinya.
         g.      Perilaku imitatif (imitative behavior)
Selama terapi berlangsung,  klien mungkin akan meniru sikap, perilaku terapi dan anggota lain atau bahkan cara berpikir terapis tentang berbagai macam kebiasaan sosial lainnya yang tanpa disadari olehnya merupakan penyebab buruknya hubungan sosialnya. Bagi individu yang tidak memiliki hubungan intim, kelompok sering merupakan kesempatan pertama untuk mendapatkan umpan balik interpersonal yang akurat.
          h.      Belajar interpersonal (interpersonal learning)
Belajar interpersonal (interpersonal learning) sebagaimana didefinisikan oleh Yalom (1985), merupakan faktor terapeutik yang luas dan kompleks, yang mengandung faktor-faktor terapeutik dalam terapi individual seperti insight, bekerja melalui transverensi, dan pengalaman emosional korektif, maupun proses-proses yang khas dalam seting terapi kelompok. 
         i.        Kohesivitas kelompok (group cohesiveness)
Jelas bahwa analog terapi kelompok dengan hubungan pasien terapis dalam terapi individual merupakan satu konsep yang lebih luas: hubungan ini harus mencakup hubungan pasien tidak hanya dengan terapis kelompok tetapi juga dengan anggota-anggota kelompok lainnya dan dengan kelompoknya secara keseluruhan. Dalam buku ini, “cohesiveness” didefinisikan sebagai daya tarik kelompok bagi semua anggotanya. Harga diri (self-esteem) sangat dipengaruhi oleh penerimaan dalam kelompok. Kohesifitas lebih memungkinkan terjadinya pembukaan diri (self-disclosure), pengambilan resiko, ekspresi konflik yang konstruktif dalam kelompok-fenomena yang memfasilitasi keberhasilan terapi.
        k.        Catharsis
Katarsis atau katharsis, pertama kali diungkapkan oleh filsuf yunani, yang merujuk pada upaya “pembersihan” atau “penyucian” diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari ketegangan. Proses katarsis sangat dikenal dalam psikologi, terutama dalam aliran psikoanalisis. Maksudnya adalah adanya pelepasan emosi-emosi yang terpendam. Proses katarsis sangat penting bagi orang-orang yang sedang menghadapi masalah emosional. Dalam konseling kelompok sering kali semua anggota kelompok berperan sebagai media katarsis atau menampung segala macam keluhan klien yang mengungkapkan segala macam perasaan, emosi atau pikiran-pikiran yang mengganggunya. Setelah mengekpresikan dirinya dengan bebas dan menceritakan segala macam pikirannya, pada umumnya mereka akan merasa lebih ringan. Meskipun masalahnya belum terselesaikan, tetapi paling tidak beban batinnya bisa berkurang. Dengan tersalurnya emosi-emosi yang terpendam ini, maka orang bisa berfikir lebih jernih.
6. Keterbatasan Terapi Kelompok
a.         Tidak Semua klien cocok (individu yang tertutup, memiliki masalah verbal, memiliki masalah dalam interaksi).
b.         Peran terapis menyebar (menangani beberapa orang sekaligus).
c.         Sulit menumbukhan kepercayaan.
d.        Klien sangat tergantung dan berharap banyak pada kelompok.
e.         Membutuhkan terapis yang terlatih.

Daftar Pustaka

Tomb, A.D. (2000). Buku saku Psikiatri.jakarta: Penerbit buku kedokteran ecg.
Kurnianto,M.E.( 2013). Konseling kelompok.bandung: Alfabeta.
Brabender,V.A., Fallon, A.E., & Smolar,A.I. (2004). Essentials of group theraphy.New Jersey: Jhon wiley&son inc.
Mappiare, andi. (2010). Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimanakah artikel saya?