A.
Terapi kelompok
Konsep
terapi kelompok (Group Psychotheraphy)
menurut Shertzer dan stone di definisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip
terapeutik ke dalam dua atau lebih individu secara bersamaan untuk mengklarifikasi
konflik psikologis individu sehingga individu dapat hidup secara normal.
Terapi kelompok adalah
modalitas pengobatan yang melibatkan sekelompok kecil anggota dan satu atau
lebih therapistis dengan pelatihan khusus dalam terapi kelompok.
Terapi
kelompok telah berkembang sejak 1800-an di Eropa dan mendapat dukungan
konseptual dan operasional dari sosiologi, psikologi, filsafat dan pendidikan.
1.
Tujuan
Utama
Tujuan utama terapi
kelompok adalah mengoreksi masalah-masalah atau kekacauan pribadi pada anggota,
misalnya keluarga.
2.
Terapi
kelompok digunakan dalam :
a.
pengobatan terhadap gangguan yang gagal
ketika terapi individual.
b.
Keterbukaan pada dunia sosial
c.
Penerimaan diri seseorang
d.
dukungan terhadap orang lain.
3. Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas
beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari tiga jenis terapi individual
yaitu: kelompok eksplorasi interpersonal. Kelompok bimbingan-inspirasi dan terapi
berorientasi psikoanalitik.
a.
Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya
adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui
umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan
didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling
umum dilakukan.
b.
Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang
sangat terstruktur, mendukung, dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam
kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih
sering kali kerena individu mempunyai problem yang sama.
c.
Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu teknik
kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang
konflik yang disadari pasien dan memprosesnya dari observasi
interaksi antar anggota kelompok.
4. Aturan Terapi Kelompok
a.
Biasanya terdiri atas 5-12 anggota kelompok.
b.
Terapi ini dipimpin oleh psikoterapis
dan terdapat eorang pemimpin pendamping, terapi kelompok bekerja dengan banyak
orang sekaligus (dalam setiap pertemuan).
c.
Waktu (min 1 atau 2x seminggu, 90-120
menit) .
d.
Terapi kelompok dapat berlangsung beberapa minggu,
beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali.
e.
Format : duduk melingkar atau mengelilingi
meja, anggota bisa berhadapan saling melihat
f.
partisipan : homongen atau heterogen :
jenis kelamin, usia, problem.
g.
Bentuk kelompok : Terbuka atau tertutup.
h.
Aturan : kerahasiaan
i.
Proses kelompok, secara umum,
menunjukkan pada pergerakkan kontinu, dinamis dan berarah-tujuan ; secara
persis, proses kelompok mengacu pada aksi dan interaksi yang digunakan oleh
suatu kelompok untuk berkembang dan memelihara identitasnya sebagai suatu
kelompok dan pengaruhnya terhadap individu-iindividu yang menyusun kelompok.
5.
Faktor-faktor
Terapeutik dalam Terapi Kelompok
Menurut
Yalom (1985), ada sepuluh faktor terapeutik dalam terapi kelompok sebagai
berikut:
a. Membangkitkan
harapan (instillation of hope)
Membangkitkan
dan memelihara harapan tidak hanya sangat penting dalam semua jenis
psikoterapi: harapan tidak hanya dibutuhkan agar pasien tetap mengikuti terapi
hingga faktor-faktor terapeutik lainnya efektif, terapi keyakinan terhadap
kemanjuran bentuk treatment dapat
merupakan fakor terapeutik yang efektif. Berbagai penelitian telah menunjukkan
bahwa tingginya ekspektasi terhadap bantuan sebelum terapi dilakukan itu
berkorelasi signifikan dengan hasil positif dari terapi.
b. Universalitas
(universality)
Perasaan
keunikan seorang pasien sering dipertinggi oleh isolasi sosial; karena adanya
kesulitan interpersonal. Sesudah mengdengarkan pasien lain membeberkan
keprihatinan yang serupa dengan keprihatinannya sendiri, pada pasien melaporkan
bahwa mereka merasa lebih dekat dengan dunia.
c. Penyampaian
informasi (imparting of information)
Proses
penyampaian informasi saat terapis memberikan suatu informasi, saat terapis dan
anggota mendiskusikan tentang keberfungisan psikis, arti bermacam-macam gejala,
pengalaman mereka, dan proses psikoterapi maka klien akan mendapat nasehat, saran
dan bimbingan dari terpis maupun anggota lainnya.
d. Altruism
Dalam
terapi kelompok, menerima melalui memberi, tidak hanya saling memberi dan
menerima, mampu bertindak intrinsik untuk memberi. Pasien psikiatrik yang baru
memulai terapi, pada umumnya kehilangan semangat hidup dan memiliki perasaan
tidak mempunyai sesuatu yang berharga untuk ditawarkan kepada orang lain.
Individu memandang dirinya sebagai beban. Akan tetapi, dalam konseling kelompok,
individu mendapatkan pengalaman bahwa individu dibutuhkan oleh orang lain.
e. Rekaputulasi
korektif kelompok keluarga primer (the
corrective recapitulation of the primary family grup)
Rekapitulasi
korektif kelompok keluarga primer tanpa kekecualian, pasien memasuki terapi
kelompok dengan riwayat pengalaman yang sangat tidak memuaskan dengan kelompok
primernya yaitu keluarga. Dalam banyak aspek, kelompok terapi ini menyerupai
keluarga, dan banyak kelompok dipimpin oleh tim terapi yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan, sengaja agar konfigurasinya sedapat mungkin menyerupai
orang tua dalam keluarga.
f. Pengembangan
teknik sosialisasi (develompent of
socializing techniques)
Dengan
kemampuan sosial yang baik, maka akan terwujud sebuah sinergi untuk saling
membantu, saling menghargai, saling memperhatikan, saling peduli dan rasa
kebersamaan yang lain. Dengan demikian, maka semua anggota kelompok akan merasa
mendapat dukungan sosial, dimana dengan dukungan ini akan mengurangi persoalan
psikologis yang sedang dihadapinya.
g.
Perilaku imitatif (imitative behavior)
Selama
terapi berlangsung, klien mungkin akan
meniru sikap, perilaku terapi dan anggota lain atau bahkan cara berpikir
terapis tentang berbagai macam kebiasaan sosial lainnya yang tanpa disadari
olehnya merupakan penyebab buruknya hubungan sosialnya. Bagi individu yang
tidak memiliki hubungan intim, kelompok sering merupakan kesempatan pertama
untuk mendapatkan umpan balik interpersonal yang akurat.
h. Belajar
interpersonal (interpersonal learning)
Belajar
interpersonal (interpersonal learning) sebagaimana didefinisikan oleh Yalom
(1985), merupakan faktor terapeutik yang luas dan kompleks, yang mengandung
faktor-faktor terapeutik dalam terapi individual seperti insight, bekerja melalui transverensi, dan pengalaman emosional
korektif, maupun proses-proses yang khas dalam seting terapi kelompok.
i.
Kohesivitas kelompok (group cohesiveness)
Jelas
bahwa analog terapi kelompok dengan hubungan pasien terapis dalam terapi
individual merupakan satu konsep yang lebih luas: hubungan ini harus mencakup
hubungan pasien tidak hanya dengan terapis kelompok tetapi juga dengan
anggota-anggota kelompok lainnya dan dengan kelompoknya secara keseluruhan.
Dalam buku ini, “cohesiveness” didefinisikan
sebagai daya tarik kelompok bagi semua anggotanya. Harga diri (self-esteem) sangat dipengaruhi oleh penerimaan
dalam kelompok. Kohesifitas lebih memungkinkan terjadinya pembukaan diri (self-disclosure), pengambilan resiko,
ekspresi konflik yang konstruktif dalam kelompok-fenomena yang memfasilitasi
keberhasilan terapi.
k.
Catharsis
Katarsis
atau katharsis, pertama kali
diungkapkan oleh filsuf yunani, yang merujuk pada upaya “pembersihan” atau
“penyucian” diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari ketegangan. Proses
katarsis sangat dikenal dalam psikologi, terutama dalam aliran psikoanalisis.
Maksudnya adalah adanya pelepasan emosi-emosi yang terpendam. Proses katarsis
sangat penting bagi orang-orang yang sedang menghadapi masalah emosional. Dalam
konseling kelompok sering kali semua anggota kelompok berperan sebagai media
katarsis atau menampung segala macam keluhan klien yang mengungkapkan segala
macam perasaan, emosi atau pikiran-pikiran yang mengganggunya. Setelah
mengekpresikan dirinya dengan bebas dan menceritakan segala macam pikirannya,
pada umumnya mereka akan merasa lebih ringan. Meskipun masalahnya belum
terselesaikan, tetapi paling tidak beban batinnya bisa berkurang. Dengan
tersalurnya emosi-emosi yang terpendam ini, maka orang bisa berfikir lebih jernih.
6. Keterbatasan Terapi Kelompok
a.
Tidak Semua klien cocok (individu yang tertutup,
memiliki masalah verbal, memiliki masalah dalam interaksi).
b.
Peran terapis menyebar (menangani beberapa orang
sekaligus).
c.
Sulit menumbukhan kepercayaan.
d.
Klien sangat tergantung dan berharap banyak pada
kelompok.
e.
Membutuhkan terapis yang terlatih.
Daftar
Pustaka
Tomb, A.D.
(2000). Buku saku Psikiatri.jakarta:
Penerbit buku kedokteran ecg.
Kurnianto,M.E.( 2013). Konseling kelompok.bandung: Alfabeta.
Brabender,V.A., Fallon, A.E., & Smolar,A.I.
(2004). Essentials of group theraphy.New
Jersey: Jhon wiley&son inc.
Mappiare, andi. (2010). Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar